Stories of Impact
Our Stories of Impact series consists of videos and articles that showcase the challenges Southeast Asian Women Social Entrepreneurs (WSEs) face and their corresponding solutions that change broken systems for the good of all.
Stories of Impact: Women's Multiple Burdens
Stories of Impact: Women Learning Intergenerationally
Stories of Impact: Barriers Against Women's Leadership
Stories of Impact: Women in Systems Change
Stories of Impact: Women's Multiple Burdens
Stories of Impact: Women Learning Intergenerationally
Stories of Impact: Barriers Against Women's Leadership
Stories of Impact: Women in Systems Change
DIWA Media Fellowship Stories
Women social entrepreneurs in Southeast Asia are paving the way for inclusive economies and empowered communities. However, oftentimes their stories do not reach mainstream attention which minimizes opportunities to create awareness around their advocacies, to amplify their impact through partnerships and support, and to co-lead nationwide movements.
This is why Ashoka Southeast Asia and S&P Global Foundation created the DIWA Media Fellowship in 2022. Through the Fellowship, journalists and media practitioners connect with women social entrepreneurs who have participated in the DIWA program and are given support to produce stories that put these women and their inspiring work front and center.
by Susan Claire Agbayani (PhilStar Life)
Get to know the story behind Lunas Collective, a chat service helpline that has been serving survivors of gender-based violence (GBV) and advocates since the first pandemic lockdown in the country, launched by DIWA alumna Sabrina Gacad.
by Tricia Aquino (PumaPodcast)
Meet 3 DIWA alumnae - Pauline Santos, Ginger Arboleda, and Gina Lynn Valdez - who are taking care of the pains of taxes and accounting for other social entrepreneurs so that they can focus on their impact!
by Jun Aguirre (Boracay Island News)
Several women innovators in North Cotobato, including DIWA alumna Lorie Daquioag, are producing alternatives to artificial fertilizers and are revitalizing local agriculture.
by Bong Sarmiento (MindaNews)
Dive deep into the origins of Coffee for Peace, a social enterprise founded by DIWA alumna Joji Pantoja, which is building a community and culture of peace cup by cup.
by Janess Ellao (Bulatlat)
Get to know more about DIWA alumna Salika Maguindanao who founded the Maranao Collectible Service Cooperative as a way to uplift a community of weavers from the aftermath of the Marawi Siege.
by Geela Garcia (CNN Life Philippines)
DIWA alumnae Anya Lim and Pamela Mejia lead social enterprises that help weaving communities achieve sustainability financially, environmentally, and culturally.
by Ace Perez (SunStar Davao)
Balik Batik, a social enterprise founded by DIWA alumna Veronica Baguio, promotes cultural appreciation rather than appropriation by building relationships with various indigenous communities and showcasing their handiwork.
by Karlston Lapniten (Baguio Chronicle)
For DIWA alumna, Betty Listino, mobilizing a cooperative of professional from various disciplines has led to increasing the impact in various communities across her home region in the Cordilleras, from livelihood to mental wellbeing.
oleh Valda Kustarini (KBR)
Platform belajar perempuan untuk mengelola keuangan
oleh Valda Kustarini (Saga)
Kemiskinan menjadi momok selama puluhan tahun bagi perempuan nelayan di Demak, Jawa Tengah. Setelah menikah rata-rata mereka menganggur dan menjadi ibu rumah tangga. Belitan kemiskinan juga membuat mereka tak bisa mengakses pendidikan dan rentan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini mengusik Masnuah sehingga menginisiasi pendirian kelompok Puspita Bahari. Lewat wadah tersebut ia memotivasi perempuan-perempuan nelayan lain untuk mandiri dan berdaya.
oleh Glenys Octania (Kompas)
Laili Khairnur membangun Gerakan Transformatif, Maju, Adil dan Berkelanjutan bagi Borneo di Kalimantan Barat. Gerakan ini bertujuan untuk memberikan pelatihan, advokasi, dan pembedayaan perempuan serta menjunjung tinggi kesetaraan gender.
oleh Desca Lidya Natalia (ANTARA)
Setelah bertahun-tahun bergelut dalam isu pendidikan lingkungan, Westiani Agustin (45) menemukan satu stigma yang selama ini hadir di bidang tersebut, yaitu perempuan sebagai kontributor sampah dari pembalut sekali pakai.
oleh Desca Lidya Natalia (ANTARA)
Target usaha sosial Westiani Agustin adalah bertemu dengan komunitas yang tidak bisa mengakses pembalut untuk kemudian dilatih, sehingga mereka bisa memproduksi pembalut kain sendiri sekaligus bisa memberikannya ke komunitas perempuan lain.
oleh Aditya Widya Putri (Tirto ID)
Setelah menjadi ibu, perempuan sering merasa kesepian karena tak punya dukungan. Kelompok pendukung sesama ibu bisa membantu ibu lebih percaya diri.
oleh Nurul Nur Azizah dan Luviana (Konde.co)
Bisa ditebak, apa yang dirasakan para perempuan pekerja seni di atas panggung? Ada penyanyi dangdut yang disawer dan dilecehkan penonton, ada artis, sutradara, penari yang dilecehkan karena penampilannya. Kerja-kerja emosi ini seperti tak pernah diperhitungkan.
Menyikapi situasi yang terjadi pada pekerja seni, Naomi Srikandi, seorang aktris, pengarang dan sutradara teater menekankan soal penyebabnya. Ini tak lain karena keterlibatan strategis perempuan di kesenian yang selama ini masih sangat minim. Perempuan jarang sekali menjadi pengambil keputusan (decision maker) atau inisiator.
oleh Nurul Nur Azizah dan Luviana (Konde.co)
Ada banyak perempuan pekerja seni yang bekerja di balik layar atau di belakang panggung. Mereka adalah para penjaga buku tamu pameran, para pembuat poster, mbak yang bertugas nyapu-nyapu dan bebersih ruangan. Nama mereka tak pernah ditulis dalam brosur acara. Mereka sering menjadi pekerja yang terlupakan.